GENS UNA SUMUS

KITA ADALAH SATU KELUARGA

Selasa, 05 Oktober 2010

Irene, Mengejar Gelar Grand Master

IRENE KHARISMA SUKANDAR: Peraih medali emas pertama PON XVII Kaltim.
(Indochess.com)
Nama Irene Kharisma Sukandar tiba-tiba menjadi buah bibir. Pecatur asal Jawa Barat ini menjadi perbicangan hangat di PON XVII, setelah menyabet medali emas pertama dari nomor catur cepat (rapid chess), yang digelar di Hotel Tarakan Plaza, Kota Tarakan, Jumat (4/7).
Sukses Irene meraih emas pertama yang diperebutkan sebelum PON XVII Kaltim resmi dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, sudah diprediksi sebelumnya oleh Ketua Umum KONI Jabar, HAM, Ruslan. Pasalnya, prestasi Irene memang sudah berada di level dunia.
"Hasil ini sebenarnya sudah diprediksi karena keduanya sejak awal telah diharapkan menjadi penyumbang medali emas bagi Jabar. Perolehan medali ini diharapkan dapat memberikan efek yang berpengaruh secara psikologis dan historis," kata Ruslan.
Secara psikologis membuka jalan kepada yang lainnya bahwa Jawa Barat mampu bersaing dengan atlit manapun. Sedangkan secara historis medali emas pertama dalam PON mempunyai nilai khusus. Ia berharap seluruh upaya yang tengah dilakukan di Kaltim dapat memenuhi harapan dari seluruh rakyat Jabar.
Irene Kharisma Sukandar memang termasuk pendatang baru dalam olahraga catur Indonesia. Gadis yang ternyata lahir di Jakarta 7 April 1992 ini, merupakan pecatur Indonesia pertama yang mengandang gelar Woman International Master (WIM) dengan nilai elo rating 2217.
"Target saya berikutnya adalah mengejar gelar Grand Master Woman (GMW)," ujarnya, usai meraih medali emas pertama PON XVII dengan nilai tertinggi 7,5. Sementara itu, medali perak diraih atlit tuan rumah Kaltim Dewi A Citra dengan nilai 7,5 dan E Lindawati (DKI) dengan skor 6,5 berhak atas perunggu.
Irene mulai mengenal catur di usia 7 tahun tepatnya pada 1999 lalu. Putri pasangan Singgih Heyzkel-Cici Ratna Mulya ini, langsung memperlihatkan talenta luar biasa ketika pada 2001 sudah berhasil meraih gelar Master Percasi (MP). Saat itu, usianya baru beranjak 9 tahun.
Setahun kemudian dia memperoleh gelar Master Nasional Wanita (MNW). Lalu, pada 2004, ketika berlangsung Olimpiade Catur di Malorca, Spanyol, Irene mulai memperlihatkan tajinya dengan merebut gelar Master FIDE Wanita (MFW). Bukan itu saja, Irene juga meraih medali perak dalam arena yang melibatkan 864 peserta dari 107 negara ini.
Awalnya, gadis hitam manis ini sempat sempat diarahkan menekuni tenis meja, karena ayahnya seorang pemain ping-pong. Namun, Irena meminta kepada Singgih untuk belajar catur. "Selain gampang dimainkan, olahraga ini juga dapat menambah tingkat intelgensia seseorang," katanya.
Lagi pula kakaknya, Kaisar, sudah menjadi pemain catur. Singkat cerita, pada kejurnas catur 1999 di Bekasi, Jabar, tim Sumsel kekurangan satu pemain. Irene pun akhirnya didaftarkan sebagai anggota tim Sumsel. Irene yang kala itu baru pertama kali terjun di turnamen nasional, ternyata gagal total.
Maklum, dia memang belum lama belajar catur. "Kegagalan itulah yang justru memerikan dorongan pada saya untuk semakin tekun memperlajari catur," kata Irene, yang saat itu akhirnya masuk Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA) di Bekasi.
Sudah enam tahun Irene berlatih dan belajar catur di SCUA Bekasi, milik pengusaha yang juga penggilan catur Ir.Eka Putra Wirya. Ia dibimbing mantan pecatur nasional, MI Ivan Situru. Kemampuan Irene pun sudah mulai terlihat, bahkan sudah sulit ditandingi oleh pecatur wanita lainnya.
Kadang, Irene bermain sekaligus ditandingkan dengan pecatur pria hanya untuk meningkatkan kualitas permainan serta mental tandingnya. Pada ajang seleknas catur SEA Games XXIII/2005, Manila, Filipina yang berlangsung Pebruari 2005 di Wisma Catur F.Sumanti, Gedung KONI DKI, Tanah Abang I, Jakarta Pusat, Irene melawan pecatur pria.
Untuk mengukur sekaligus mematangkan kemampuannya, Irene oleh Eka Putra Wirya pada Maret 2005 diadu dengan pecatur putri asal Hongkong bergelar Grand Master Wanita (GMW) yakni Anya Sun Corke melalui partai dwitarung enam babak di SCUA Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Dwitarung itu memang berakhir imbang 3-3, namun apa yang diperlihatkan pecatur remaja putri masa depan Indonesia ini sungguh layak mendapat pujian. Bahkan Irene dipastikan dapat memenangkan duel itu jika saja dia tak melakukan kesalahan di partai terakhir.
Namun Eka dapat memakluminya. Pembina olahraga terbaik pilihan wartawan olahraga SIWO Jaya pada tahun 1993 itu kemudian tidak ragu-ragu untuk secepatnya mengorbitkan Irene sampai menggapai gelar Grand Master Wanita (GMW) pertama Indonesia.
Bagaikan gayung bersambut, Irene pun telah menyatakan kesiapan sekaligus tekadnya guna mewujudkan target Eka Putra Wirya tersebut. "Ada dua cita-cita besar saya, pertama meraih gelar GM dan kedua menjadi juara dunia," papar pecatur yang mengidolakan GM Judith Polgar dari Hongaria ini.
Irene memang bukan Judith Polgar. Namun melihat bakat dan kesungguhannya dalam berlatih selama ini, impiannya menjadi juara dunia sekaligus meraih gelar Grand Master bukan isapan jempol atau pepesan kosong.[S1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar